TIRANI & NAIVITAS BIROKRASI? IV
4. PEMAKSAAN KEHENDAK BIROKRATIS
Bagaikan Perlombaan Yang Harus Hanya Ada Sedikit Pemenang
Pada setiap berkas pendaftaran obat tradisional, harus terlampir klaim akan khasiat dari obat tradisional yang didaftarkan itu. Khasiat itu harus didasarkan pada acuan literatur resmi, seperti buku terbitan Depkes atau perguruan tinggi negeri, atau terbitan lain tetapi “otentik” dan berwibawa. Akan tetapi, dari sekian banyak khasiat yang sahih karena diperoleh dari rujukan kepustakaan terbitan birokrasi di bidang obat tradisional, ternyata yang diizinkan untuk diklaim sebagai khasiat, hanyalah satu atau dua khasiat, yang ditentukan dan dipilih sendiri oleh birokrasi. Selebihnya dipangkas tuntas tanpa sisa secuil pun.
Alu Digunakan Untuk Mencungkil Duri Dari Dalam Kulit
Alasannya adalah bahwa birokrasi menghendaki agar obat tradisional dapat terfokus pada satu atau dua jenis penyakit saja yang khas dan spesifik. Kembali mereka menerapkan pola dan sifat obat Barat kepada obat tradisional. Mereka berupaya meniadakan kemampuan yang berasal dari pemberian alam, melalui cara “cilukba” (menutup mata dengan tangan sambil sesekali dibuka). Kembali pendekatan formalistislah yang diterapkan. Mungkinkah Administrasi hasil akal manusia bisa mengalahkan alam? Ini bagaikan burung unta yang menancapkan kepalanya ke dalam pasir ketika menghadapi hal-hal yang tidak dikehendaki.
Kehendak Deduktif Mengalahkan Akal Sehat Yang Juga Deduktif
Jelas-jelas kepustakaan terbitan mereka sendiri mencantumkan beragam khasiat untuk suatu simplisia obat, namun dengan begitu mudah dan santainya birokrasi mengingkari dan menganggapnya tidak ada. Bukankah ini sama halnya dengan “pencuri” yang menyumpal telinganya sendiri ketika membongkar pintu rumah satronannya. Jika ia tidak mendengar atau melihat maka berarti orang lain pun tidak. Para pendaftar selaku masyarakat yang berlalu-lalang di sekitar rumah yang disatroni oleh “pencuri” itu, tentunya hanya bisa “melongo” menyaksikan keajaiban demi keajaiban yang dipertontonkan tanpa rasa sungkan sedikit pun.
Dapatkah Mengubah Alam Dengan Memakai Surat Administratif ?
Obat farmasi Barat memang dapat diperlakukan seperti itu, dan bahkan tanpa diperlakukan seperti itu pun memang sudah terfokus pada satu macam penyakit atau satu macam keperluan saja secara soliter (tunggal) sehingga tidak perlu diberi batasan semacam itu pun memang sudah demikian hakikatnya. Akan tetapi obat tradisional sekali-kali tidak dapat “diperkosa” seperti itu untuk dilumpuhkan khasiatnya melalui tindakan administratif. Melenyapkan khasiat obat hanya dapat dilakukan melalui proses laboratoris, bukan melalui kebijakan birokrasi yang kebanyakan jauh dari rasionalitas dan logika akal sehat.
Berkat Ulah Birokrasi, Sapu Digunakan Sebagai Parang
Alhasil, terjadi kejanggalan yang memrihatinkan di masyarakat karena terjadi situasi yang aneh akibat banyak penderita menggunakan obat tradisional yang disebutkan untuk menghadapi suatu penyakit tetapi masyarakat menggunakan untuk mengobati penyakit lainnya. Ada obat tradisional bagi satu penyakit saja tetapi ternyata digunakan orang mengobati penyakit asam urat, hipertensi, wazir, diabetes, stroke, dan puluhan penyakit lainnya. Kehendak birokrasi untuk membuat agar obat tradisional berperilaku sebagai obat farmasi Barat adalah sama saja dengan mengutungi dua tungkai kambing agar berubah menjadi ayam.
Mengada-ngada Terhadap Hal Yang Gamblang
Ada obat tradisional yang pada kemasannya tercantum khasiat untuk meningkatkan daya tahan tubuh, sesuai dengan pewajiban dari birokrasi, tetapi khasiatnya ternyata merambah ke mana-mana seperti dapat menurunkan kadar asam urat, trigliserida, kolesterol, gula darah, dan lain-lain. Entah apa kaitannya antara sel darah putih dengan abnormalitas kimia darah? Fungsi sel darah putih bukanlah untuk melahap “sampah” di dalam darah, melainkan untuk memangsa kuman atau benda asing lainnya. Entah sejak kapan sel darah putih berubah selera sehingga doyan mengonsumsi asam urat, kolesterol, atau gula darah?
Kebijakan Yang Tidak “Nyambung,” Tidak Mendapat Hirauan
Berdasarkan pengalamannya sendiri, masyarakat telah menemukan di dalam obat tradisional banyak khasiat lain yang terkandung secara tersembunyi, atau lebih tepatnya disembunyikan oleh birokrasi. Masyarakat tidak perduli akan khasiat resmi yang tercantum pada kemasan obat tradisional, yang penting adalah khasiat riil atau faktualnya. Memang demikianlah sifat pengguna obat tradisional, dan kenyataan inilah yang tidak disadari, atau disadari tapi hendak diingkari oleh birokrasi. Apa yang menjadi pertanyaan di sini adalah apakah administrasi semacam ini mendidik sehingga mencerdaskan masyarakat?
Birokrasi Memboroskan Fungsi Organ Tubuh Konsumen
Dengan melarang pencantuman berbagai khasiat riil dari suatu obat-jadi tradisional, birokrasi telah sangat merugikan konsumen obat tradisional karena misalnya, seorang penderita beberapa macam penyakit di mana sesungguhnya cukup jika hanya diobati dengan 1 macam obat-jadi tradisional saja, namun karena yang tercantum pada kemasan obat hanya untuk satu atau dua penyakit saja, maka penderita harus mengonsumsi beberapa jenis obat-jadi tradisional. Selain berarti pemborosan uang, juga terjadi pemborosan fungsi organ tubuh karena harus bekerja ekstra untuk mencerna dan memroses banyak jenis obat.
Hebat! Negara Hendak Mengambil Posisi Alam
Birokrasi lupa bahwa khasiat obat tradisional hanya dapat dihapus dari penandaan pada kemasannya, namun tidak dapat dihapus dari sediaan obatnya. Mungkinkah khasiat riil dari suatu obat dapat dilenyapkan melalui tindakan administratif? Bisakah khasiat faktual dari obat dipreteli melalui peraturan tanpa melalui proses laboratoris? Logiskah birokrasi bertindak sebagai alam? Oleh birokrasi, obat tradisional hendak dijadikan sebagai obat farmasi Barat, namun melalui cara yang amat menakjubkan. Caranya bagaikan menyapu kotoran ke bawah permadani agar tidak tampak, namun baunya tetap tercium.
Jika Kusir Berdebat Dengan Kuda, Pasti Kudanya Yang Mati Kelelahan
Seyogyanya jika hendak membuat obat tradisional agar menjadi seperti obat farmasi Barat, maka caranya bukan memakai pemaksaan kehendak secara “debat kusir,” melainkan mewajibkan pendaftarnya mencabut khasiat lain melalui ekstraksi kandungan tertentu dari obat tradisional sehingga yang tertinggal hanyalah satu macam khasiat dan untuk satu macam keperluan saja. Akan tetapi, jika hal ini dilakukan, maka dijamin dalam tempo satu malam saja, Indonesia pasti bersih dari industri obat tradisional, dan keesokan harinya bermunculan industri baru obat tradisional di Malaysia atau di Indochina.
Tunggu lanjutannya >>>>
Sumber:
Buku Kembali Ke Alam (Back to Nature)
oleh Dr. Aggi Tjetje & Dr. Some
(Suatu Tinjauan Mendalam Akan: Kiprah dan Sumbangsih Serta Pengabdian Pengobatan Tradisional Dalam Pembangunan Nasional)