Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)



Etiologi

Infeksi human immunodeficiency virus (HIV).
 

Cara Penularan
1. Hubungan seksual, dengan risiko penularan 0,1 – 1% tiap hubungan seksual

2. Melalui darah, yaitu:
o Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-98%
o Tertusuk jarum yang mengandung HIV risiko penularan 0,03%
o Terpapar mukosa yang mengandung HIV risiko penularan 0,0051%
3. Transmisi dari ibu ke anak
o Selama kehamilan
o Saat persalinan, risiko penularan 50%
o Melalui air susu ibu (ASI) 14%. 

Patogenesis

Setelah HIV masuk tubuh, virus menuju ke kelenjar limfe dan berada dalam sel dendritik selama beberapa hari. Kemudian terjadi sindrom retroviral akut semacam flu (serupa infeksi mononukleosis), disertai viremia hebat dengan keterlibatan berbagai kelenjar limfe. Pada tubuh timbul respons imun humoral maupun selular. Sindrom ini akan hilang sendiri setelah 1-3 minggu. Kadar virus yang tinggi dalam darah dapat diturunkan oleh sistem imun tubuh. Proses ini berlangsung berminggu-minggu sampai terjadi keseimbangan antara pembentukan virus baru dan upaya eliminasi oleh respons imun. Titik keseimbangan disebut set point dan amat penting karena menentukan perjalanan penyakit selanjutnya. Bila tinggi, perjalanan penyakit menuju acquired immunodeficiency syndrome (sindrom defisiensi imun yang didapat, AIDS) akan berlangsung lebih cepat.
 

Serokonversi (perubahan antibodi negatif manjadi positif) terjadi 1-3 bulan setelah infeksi, tetapi pernah juga dilaporkan sampai 8 bulan. Kemudian pasien akan memasuki masa tanpa gejala. Dalam masa ini terjadi penurunan bertahap jumlah CD4, (jumlah normal 800-1.000) yang terjadi setelah replikasi persisten HIV dengan kadar RNA virus relatif konstan. CDadalah reseptor pada limfosit T4, yang menjadi target sel utama HIV. Mula-mula penurunan jumlah CD4 sekitar 30-60/tahun, tapi pada 2 tahun terakhir penurunan jumlah menjadi cepat, 50-100/tahun, sehingga tanpa pengobatan, rata-rata masa dari infeksi HIV sampai masa AIDS adalah 8-10 tahun, di mana jumlah CDakan mencapai di bawah 200.
 

Manifestasi Klinis

Gambaran klinis infeksi HIV dapat disebabkan HIV-nya sendiri (sindrom retroviral akut, demensia HIV), infeksi oportunistik, atau kanker yang terkait AIDS. Perjalanan penyakit HIV dibagi dalam tahap-tahap berdasarkan keadaan klinis dan jumlah CD4.
 

Infeksi Retroviral Akut

Frekuensi gejala infeksi retroviral akut sekitar 50-90%. Gambaran klinis menunjukkan demam, pembesaran kelenjar, hepatosplenomegali, nyeri tenggorok, mialgia, rash seperti morbili, ulkus pada mukokutan, diare, leukopenia, dan limfosit atipik. Sebagian pasien mengalami gangguan neurologi seperti meningitisaseptik, sindrom Guillain Barre, atau psikosis akut. Sindrom ini biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan.

Masa Asimtomatik

Pada masa ini pasien tidak menunjukkan gejala, tetapi dapat terjadi limfadenopati umum. Penurunan jumlah CD4 terjadi bertahap, disebut juga masa jendela (window period).

 

Masa Gejala Dini

Pada masa ini jumlah CDberkisar antara 100-300. Gejala yang timbul adalah akibat infeksi pneumonia bakterial, kandidosis vagina, sariawan, herpes zoster, leukoplakia, ITP, dan tuberkulosis paru. Masa ini dulu disebut AIDS Related Complex (ARC)
 

Masa Gejala Lanjut

Pada masa ini jumlah CD4 di bawah 200. Penurunan daya tahan yang lanjut ini menyebabkan risiko tinggi terjadinya infeksi oportunistik berat atau keganasan.
 

Diagnosis

Seperti penyakit lain, diagnosis AIDS atau HIV ditegakkan melalui manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang. Pada masa jendela, bila beruntung kita mungkin mengenal manifestasi sindrom retroviral akut. Pemeriksaan antibodi HIV pada masa ini masih negatif sehingga perlu dilakukan pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) atau biakan virus. Indikasi tes antibodi HIV adalah kecurigaan kemungkinan risiko penularan seperti melakukan hubungan seks yang tak aman, pecandu narkotika suntikan, pasien penyakit menular seksual (PMS), pasien hemofilia (yang sering mendapat infus faktor pembekuan sebelum tahun 1985), tusukan jarum yang telah digunakan pada orang terinfeksi HIV, serta bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV. Tes ini bisa dilakukan pada masa tanpa gejala (asimtomatik). Meski tes ini dapat dilakukan di laboratorium yang mempunyai fasilitas sederhana sebaiknya kita mengirim bahan ke laboratorium yang telah berpengalaman.
 

Pada fase AIDS, manifestasi klinis dapat berupa demam, sariawan, penurunan berat badan, batuk kronik, diare kronik, pembesaran kelenjar limfe, serta kelainan kulit. Anamnesis tentang perilaku berisiko amat penting, tetapi sering kali baru dapat dilakukan bila hubungan dokter-pasien telah terbina baik. Berdasarkan kecurigaan klinis, maka dokter dapat melakukan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan. Pemeriksaan penunjang yang sederhana, murah, dan mudah dilakukan adalah pemeriksaan anti HIV.

 
Diagnosis infeksi HIV berdasar kemungkinan penularan dan pemeriksaan antibodi HIV positif (telah dikonfirmasi dengan tes Western Blot). Diagnosis AIDS didasarkan adanya penyakit infeksi oportunistik atau kanker terkait yang telah ditetapkan dan antibodi HIV positif. Pada revisi kriteria keadaan yang berhubungan dengan AIDS tahun 1993, ditambahkan jumlah CD4 di bawah 200 sebagai salah satu kriteria sehingga, meski belum ada infeksi oportunistik atau kanker terkait, bila jumlah CD4 telah di bawah 200 digolongkan dalam AIDS.

Revisi kriteria menurut Centers for Disease Control (CDC) Amerika Serikat tahun 1993 untuk keadaan yang berhubungan dengan HIV
o Kandidosis bronkus, trakea, paru
o Kandidosis esofagus
Kanker serviks invasif
o Koksidioidomikosis diseminata atau ekstrapulmonal
o Kriptokokosis ekstrapulmonal
o Kriptosporidiosis intestinal kronik (> 1 bulan)
o Infeksi sitomegalovirus (kecuali di hati, limpa, atau kelenjar getah bening)
Rinitis sitomegalovirus dengan gangguan penglihatan
o Ensefalopati yang terkait HIV
Herpes simpleks, ulkus kronik (> 1 bulan) atau bronkitis, pneumonia, atau esofagitis
o Histoplasmosis diseminata atau ekstrapulmonal
o Isosporiasis intestinal kronik (> 1 bulan)
o Sarkoma Kaposi
o Limfoma Burkitt (atau terminologi yang sesuai)
o Limfoma imunoblastik (atau terminologi yang sesuai)
o Limfoma primer pada otak
Mycobacterium avium kompleks atau M. kansasii, diseminata atau ekstrapulmonal
Mycobacterium tuberculosis, pulmoner atau ekstrapulmonal
o Pneumonia Pneumocystis carinii
o Pneumonia rekurens
o Leukoensefalopati multifokal progresif
o Septikemia salmonela rekurens
ensefalitis toksoplasma
Wasting syndrome yang terkait HIV 

Definisi Kasus AIDS untuk Surveilans

Seorang dewasa dianggap menderita AIDS bila menunjukkan tes HIV positif dengan strategi pemeriksaan yang sesuai dan sekurang-kurangnya didapatkan 2 gejala mayor yang berkaitan dengan 1 gejala minor, dan gejala-gejaia ini bukan disebabkan oleh keadaan-keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV, atau ditemukan sarkoma Kaposi atau pneumonia yang mengancam jiwa yang berulang.
 

Gejala Mayor

o Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan
o Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
o Penurunan kesadaran dan gangguan neurologi
Demensia/ensefalopati HIV 

Gejala Minor

o Batuk menetap lebih dari 1 bulan
o Dermatitis generalisata yang gatal
o Herpes zoster berulang
o Kandidosis orofaring
Herpes simpleks kronis progresif
o Limfadenopati generalisata
o Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita. 

Langkah-langkah Diagnosis

1. Lakukan anamnesis gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait dengan AIDS.
2. Telusuri perilaku berisiko yang memungkinkan penularan.
3. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker terkait. Jangan lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan funduskopi.
4. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosit total, antibodi HIV, dan pemeriksaan Rontgen. 

Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan jumlah CD4protein purified derivative (PPD), serologi toksoplasma, serologi sitomegalovirus, serologi PMS, hepatitis, dan pap smear. Sedangkan pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4. Bila > 500 maka pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-500 maka diulang tiap 3-6 bulan, dan bila < 200 diberikan profilaksis pneumonia Pneumocystis carinii. Pemberian profilaksis INH tidak tergantung pada jumlah CD4. Perlu juga dilakukan pemeriksaan viral load untuk mengetahui awal pemberian obat antiretroviral dan memantau hasil pengobatan. Bila tidak tersedia peralatan untuk pemeriksaan CD4, (mikroskop fluoresensi atau flowcytometer) untuk kasus AIDS dapat digunakan rumus CD4 = (1/3 x jumlah limfosit total) – 8.

Penatalaksanaan .

Penatalaksanaan infeksi HIV/AIDS meliputi penatalaksanaan fisik, psikologis, dan sosial

Penatalaksanaan medik terdiri atas:

1. Pengobatan suportif
o Nutrisi dan vitamin yang cukup
o Bekerja
o Pandangan hidup yang positif
o Hobi
o Dukungan psikologis
o Dukungan sosial

2. Pencegahan serta pengobatan infeksi oportunistik dan kanker.

3. Pengobatan antiretroviral
Saat memulai pengobatan:
o Asimtomatik, CD4 > 500 tapi RNA HIV (viral load) tinggi (lebih dari 300.000 kopi/ml)
o Asimtomatik, CD4 > 350 (boleh ditunda bila CD4 > 350 dan viral load rendah < 10.000)
o Infeksi HIV dengan gejala.

 Sekarang yang dianut adalah pengobatan kombinasi dengan kombinasi tiga obat, terdiri dari dua inhibitor reverse transcriptase dan satu inhibitor enzirn protease. Monoterapi (ddI atau d4T) hanya dipertimbangkan bila pengobatan kombinasi tak dapat dilakukan atau pasien telah menggunakan monoterapi dalam waktu yang lama dan hasil klinis maupun pemantauan laboratorium tetap baik (CD4 baik).