PRODUK SAMPINGAN HEWAN LANGKA UNTUK OBAT
Menutup Mata Atas Rusaknya Daur Kehidupan
Ada lagi ketentuan internasional yang tentunya diprakarsai oleh negara Barat bahwa binatang langka atau yang terancam kepunahannya harus dilindungi dengan cara tidak boleh ditangkap untuk dipelihara, melainkan harus dibiarkan tetap berada di habitatnya tetapi dengan proteksi negara. Ini sangat merepotkan dan membebanin negara yang sedang berkembang, dari segi biaya dan tenaga. Pendirian Badan Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) di berbagai daerah saja sudah menguras anggaran yang tidak sedikit. Belum lagi pendirian pusat rehabilitasi hewan langka hasil razia di masyarakat yang memelihara hewan itu.
Domestikasi Adalah Satu-satunya Solusi Bagi Pencegahan Kepunahan
Jika saja hewan tersebut dibiarkan untuk dipelihara, maka sudah tentu tidak akan terancam kepunahannya. Jenis serigala yang didomestikasi sehingga menjadi anjing peliharaan, ternyata tidak akan pernah terancam kepunahan, sedangkan jenis serigala yang tidak didomestikasi, ternyata kini sangat terancam kepunahan. Seandainya kucing, kuda, sapi, atau kambing, tidak didomestikasi pada masa kuno, mungkin kini pun mengalami kelangkaan atau bahkan mungkin kepunahan. Monyet tidak akan mengalami kelangkaaan sebagaimana halnya dengan Orang Utan atau Bekantan, karena monyet banyak dipelihara oleh orang.
Berhalusinasi Akan Kegemah-ripahan Masa Lalu
Alasan dilarangnya pemeliharaan hewan langka oleh manusia, tentunya menggunakan dalih klasik, yakni bahwa hewan tersebut memiliki fungsi khusus tertentu di alam. Pertanyaannya adalah: fungsi apalagi yang dimiliki oleh misalnya Orang Utan, di hutan yang sudah porak poranda seperti sekarang ini? Apakah fungsi Orang Utan sekarang ini bukan sekedar sebagai trouble maker (pengganggu) yang sering merambah ke permukiman penduduk setempat akibat kelangkaan makanan karena habitatnya telah rusak parah? Dengan rusaknya habitatnya, maka sudah tidak ada lagi keutuhan daur kehidupan di hutan itu.
Mengikuti Irama Gendang Pihak Lain Akan Mengundang Penyesalan
Untuk mencegah kepunahan hewan langka atau endangered species (hewan yang terancam kepunahan) maka apakah tidak bijaksana jika membiarkan hewan tersebut dipelihara oleh manusia? Tokh fungsi hewan itu sudah tidak ada atau minim sekali di dalam alam yang sudah karut marut seperti hutan Indonesia itu. Jika birokrasi Indonesia tetap terpaku pada mitos dari negara Barat yang penuh dengan teori yang tidak praktikal, maka dapat dipastikan bahwa nanti pada suatu saat yang tidak terlalu lama, bangsa ini akan menyesal karena lenyapnya berbagai spesies hewan kesohornya, seperti yang terjadi pada Harimau Jawa.
Pemaksaan Kehendak Kepada Pihak Lain Yang Berbeda Budaya
Di dalam menyusun ketentuan internasional, para pakar negara Barat tentunya menyesuaikan gagasannya dengan landasan berpikirnya. Mereka tidak dapat membayangkan dirinya mau memelihara hewan seperti Orang Utan, Bekantan, Wau-wau, Gorilla, Beruang, Jerapah, Harimau, atau Gajah, di rumahnya. Tidak terbayangkan oleh mereka adanya bangsa lain yang bersedia memelihara hewan sebesar itu di rumah, baik sebagai hobi maupun sebagai perwujudan kecintaan kepada hewan itu, dengan pengorbanan biaya yang besar. Mereka menerapkan pola hemat (kikir) dan anggaran hidup yang terencananya kepada bangsa lain.
Pihak Yang Dekat Ke Alam Justru Didikte Oleh Yang Jauh Dari Alam
Jangankan memelihara hewan sebesar dan seboros itu, bahkan memelihara anak kandung lebih dari dua orang saja, mereka sangat enggan melakukannya. Bagi rakyat di negara berkembang yang diberi stigma terbelakang oleh mereka, jangankan memelihara anak kandung banyak-banyak, bahkan memelihara hewan besar pun sudah merupakan hobi dan kebiasaan yang amat lumrah. Hal ini mungkin disebabkan karena rakyat di negara berkembang, hidupnya lebih dekat dengan alam ketimbang orang Barat, sehingga memelihara hewan besar yang aneh-aneh pun bukan merupakan suatu hal yang aneh atau luar biasa.
Mencegah Kepunahan Dengan Cara Yang Saling Menguntungkan
Dengan diperbolehkannya memelihara hewan langka, maka penduduk dapat memeroleh hasil untuk menyejahterakan dirinya dan hewan peliharaannya, sedangkan masyarakat dapat memetik manfaat dari obat yang berasal dari hewan langka tanpa menyebabkan penderitaan yang berarti bagi hewan itu. Misalnya: darah Harimau untuk obat, yang dapat diambil dengan cara yang sama persis seperti pada donasi darah manusia. Jika manusia menjadi donor darah bagi kepentingan pengobatan manusia lain tanpa dampak yang merugikan, maka Harimau pun dapat menjadi donor darah bagi kepentingan pengobatan manusia.
Dulu Disposable, Kini Long Term Usage
Bahan obat tradisional yang berasal dari cairan empedu beruang, dapat diambil secara berkala dengan menggunakan cara yang kini dipraktikkan di China, yakni memasang selang kapiler dari luar tubuh yang menembus ke kantung empedu beruang. Secara berkala, cairan empedu itu disadap dengan menggunakan syringe (spuit), tanpa menimbulkan penderitaan bagi beruang. Tidak ada rasa sakit dan tidak menimbulkan gangguan pada beruang. Cara ini sangat manusiawi dibandingkan dengan cara di masa lalu di mana beruang harus dibunuh untuk memeroleh cairan empedu yang tidak seberapa banyak. Jadi, hanya sekali pakai.
Produk Sampingan Hewani Dijadikan Sebagai Produk Yang Terperbarui
Begitu pula untuk bahan obat yang berasal dari duri Landak, sisik Trenggiling, kulit Ular, dapat diperoleh melalui cara domestikasi hewan tersebut tanpa harus membunuhnya karena secara periodik, duri, sisik, atau kulit tersebut akan gugur atau rontok secara alamiah untuk kemudian digantikan oleh duri, sisik, atau kulit yang baru. Dengan cara ini, manusia tidak perlu memburu dan membunuh hewan tersebut seperti pada masa lampau hanya sekedar untuk memeroleh produk sampingan dari hewan itu, yang sesungguhnya terperbaharui. Dengan demikian, manusia memeroleh manfaat tanpa harus memunahkan hewannya.
Terbebas Dari Kepunahan Dan Malah Lebih Sejahtera
Jika orang memeroleh hasil dari hewan peliharaannya maka tidak perlu disangsikan lagi bahwa orang pasti merawat secara telaten akan hewannya itu. Semakin besar penghasilannya, maka akan semakin serius orang merawat hewannya. Dengan harga 1 cc darah Harimau yang sampai mencapai harga ratusan ribu dan bahkan jutaan rupiah, tak pelak lagi, pemeliharanya akan memperlakukan Harimau tersebut bagaikan anak kandungnya sendiri. Dengan demikian, kesejahteraan hewan itu terjamin dan survivalitas dari kepunahan pun terjamin. Tinggallah dicarikan metode penangkarannya yang efektif.
Sumber: Buku Kembali ke Alam (Back to Nature) oleh Dr. Aggi Tjetje & Dr. Some