KERUGIAN & KERENTANAN NASIONAL II

01 Apr 2023

KERUGIAN  &  KERENTANAN  NASIONAL II


 

2.  BIROKRASI  MERUGIKAN  KEPENTINGAN  NASIONAL


Keteledoran  Dalam  Melindungi  Keamanan  Kekayaan  Nasional

Di samping itu, ada lagi suatu hal yang sangat tidak rasional dan gegabah sekali. Adanya kewajiban mencantumkan komposisi bahan obat tradisional telah amat membantu “agen2 mata-mata ekonomi” dari negara asing untuk menyadap keunggulan bangsa Indonesia. Memang, menurut ketentuan dari FDA AS atau ketentuan internasional, setiap obat harus mencantumkan komposisi kandungan obatnya, tetapi ini dapat disiasati dengan hanya mencantumkan sebagian kandungan yang tidak terlalu penting. Padahal ciri khas dari obat tradisional adalah kerahasiaannya yang harus dijaga secara turun temurun.


Tidak  Berani  Mengekspresikan  Jatidiri  Sendiri

Produsen di dalam negeri tentunya wajib mengikuti ketentuan standar dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), FDA AS, dan lainnya jika produksinya itu diekspor ke negara lain, namun untuk peredaran di dalam negeri, sepanjang pengawasannya beres dan serius, maka ketentuan ala Barat tersebut tidak perlu diikuti karena Indonesia adalah negeri obat tradisional, sedangkan negara Barat adalah negara obat kimiawi. Masing-masing kategori obat tersebut memiliki pakemnya sendiri-sendiri. Demi kepentingan nasional, maka seyogyanya obat tradisional tidak mencantumkan rahasia komposisi obatnya. Kita adalah kita!!!


Sulit  Dan  Mahalnya  Biaya  Untuk  Memeroleh  Status  Sebagai  Obat

Untuk memeroleh status sebagai Obat Tradisional Terstandar (Standardized Traditional Medicine), setiap obat tradisonal harus diuji secara praklinik di dalam laboratorium, baik secara invitro yang antara lain menggunakan selaput allantoik embryo telur ayam, maupun invivo dengan menggunakan hewan percobaan, untuk uji keamanan (toksikologi) dan khasiatnya. Untuk memeroleh status sebagai Fitofarmaka (obat yang setara dengan obat farmasi Barat), obat tradisional harus melalui uji klinik dalam arti diujicobakan langsung pada manusia yakni penderita yang secara sukarela mengikuti uji coba secara gratis.


Iptek  Yang  Bersifat  Universal,  Diberi  Batas  Teritorial

Biaya kedua uji coba tersebut amat fantastis karena bisa mencapai ratusan juta, bahkan sampai miliaran rupiah. Tidak ada keinginan dari birokrasi untuk mendorong penelitian dan pengembangan obat tradisional sampai mencapai status Fitofarmaka. Jika ada obat tradisional yang diujicobakan ke luar negeri karena biayanya relatif lebih murah dari pada yang ditawarkan di dalam negeri, maka kendala birokratis yang akan menghadang sangatlah besar dan rumit. Birokrasi Indonesia akan berpendirian bahwa Indonesia adalah Indonesia, dan negara asing adalah negara asing. Dalihnya: “Indonesia bukan negara asing.”


Gudel  Hendak  Menyusui  Kerbau

Segala ketentuan uji coba yang dipersyaratkan oleh birokrasi Indonesia, harus dipenuhi oleh laboratorium di luar negeri yang jauh lebih handal dan berpengalaman serta maju dalam hal obat tradisional. Birokrasi lebih menyukai uji coba yang dilakukan di dalam negeri, padahal biayanya jauh lebih tinggi dan prosedurnya lebih rumit, di samping kurang ditangani secara profesional, dan sering tidak mengikuti ketentuan yang lege artis (aturan baku). Birokrasi tidak menghiraukan keuntungan yang dapat diraih dari rendahnya biaya uji coba dan kemampuan yang handal dari laboratorium di luar negeri.


Menyia-nyiakan  Peluang  Emas  Dengan  Alasan  Klasik  Usang

Uji praklinik dan klinik di luar negeri dengan memanfaatkan biaya yang rendah dan kemampuan yang lebih tinggi serta sarana dan prasarana yang lebih maju dari pada di dalam negeri, seharusnya dapat dipahami dan diterima. Sebagai bangsa yang cerdas, kita seyogyanya memanfaaatkan nilai lebih yang dapat diperoleh dari negara asing ketimbang yang dapat ditawarkan di dalam negeri. Dalam hal ini, tidak ada kaitannya dengan dalih nasionalisme mengingat bahwa dengan memanfaatkan peluang yang menguntungkan dari negara asing demi kepentingan nasional, tindakan itu sudah bersifat sangat nasionalistis.


Tunggu lanjutannya >>>>


Sumber:

Buku Kembali Ke Alam (Back to Nature)

oleh Dr. Aggi Tjetje & Dr. Some

(Suatu Tinjauan Mendalam Akan: Kiprah dan Sumbangsih Serta Pengabdian Pengobatan Tradisional Dalam Pembangunan Nasional)