KERUGIAN & KERENTANAN NASIONAL III

01 Apr 2023

KERUGIAN  &  KERENTANAN  NASIONAL III


 

3.  KEGEGABAHAN  BIROKRASI


Kebijakan  Birokrasi  Justru  Merugikan  Kepentingan  Nasional

Hasil uji praklinik atau uji klinik di dalam negeri harus menyertakan informasi akan komposisi kandungan obatnya kepada pihak peneliti, karena harus muncul dalam laporan hasil uji coba. Hal ini masih dapat dipahami mengingat birokrasi Indonesia berwenang menindak peniru atau pembajak di dalam negeri, melalui tindakan pencabutan nomor registrasi obat yang diproduksi oleh penjiplak. Akan tetapi, ketentuan ini juga diberlakukan bagi uji coba yang dilakukan di luar negeri. Artinya, birokrasi mewajibkan inventor atau inovator dalam negeri untuk membuka rahasia ramuannya kepada bangsa lain, demi jiplakan prosedur asing.


Bermurah  Hati  Memberikan  Rahasia  Kepada  Bangsa  Asing

Kebijakan agar “membugil” di hadapan bangsa asing ini dapat menimbulkan kerugian bagi kepentingan nasional, karena jika formula penemuan itu dibajak dan lalu ditiru, maka hal ini berada di luar jangkauan kekuasaan birokrasi Indonesia untuk menindak pencuri yang berdomisili di luar negeri itu. Entah pertimbangan apa yang merasuki benak birokrat di dalam membuat kebijakan senaif ini? Tidaklah mengherankan jika batik, angklung, dan tempe pun dapat menjadi milik bangsa asing. Bagaimana tidak, bahkan hal yang bersifat “rahasia perusahaan” pun diwajibkan oleh birokrasi untuk dibuka kepada bangsa asing.


Lemahnya  Ketahanan   Dalam  Perlindungan  Kekayaan  Bangsa

Sudah waktunya Indonesia harus memiliki ketahanan dalam bidang intelijen ekonomi, tetapi apa lacur, bukannya membantu meningkatkan kemampuan kontra-intelijen ekonomi, birokrasi di bidang pengobatan justru melakukan tindakan yang menelanjangi diri sendiri dalam hal rahasia penemuan inventif dan inovatif di bidang formulasi obat tradisional, yang menjadi hak kekayaan intelektual (HAKI) bangsa Indonesia. Sudah waktunya kenaifan dan tindakan sembrono dan tidak cerdas semacam itu dihapuskan dari dalam “daftar kerja” atau “jadwal acara” birokrasi Indonesia, yang kebanyakan aneh-aneh itu.


Penerapan  Pendekatan  Dan  Metode  Yang  Salah  Kaprah

Jika obat-obatan Barat diwajibkan mencantumkan komposisi obatnya, maka hal ini masih dapat dipahami mengingat bahwa penderita penyakit tertentu tidak boleh mengonsumsi obat atau bahan kimia tertentu, karena kemungkinan dapat membahayakan keselamatannya. Akan tetapi, dalam hal jamu-jamuan, tindakan semacam itu sama sekali tidak menjadi prioritas. Telah berabad-abad nenek moyang kita mengonsumsi jamu tanpa ada kejadian yang tidak diharapkan. Pengalaman alamiah secara bergenerasi-generasi seyogyanya lebih unggul dari pada pengetahuan laboratoris yang sangat singkat waktu penelitiannya.


Tunggu lanjutannya >>>>


Sumber:

Buku Kembali Ke Alam (Back to Nature)

oleh Dr. Aggi Tjetje & Dr. Some

(Suatu Tinjauan Mendalam Akan: Kiprah dan Sumbangsih Serta Pengabdian Pengobatan Tradisional Dalam Pembangunan Nasional)