PERMASALAHAN & SOLUSINYA
I. PERMASALAHAN
1.1. Gayung Belum Bersambut
Kecenderungan kuat dari masyarakat untuk kembali ke alam, belum mendapat respons positif yang memadai, baik dari negara maupun dari kalangan akademi atau kaum akademisi. Negara melalui kebijakan (policy) dan melalui pendidikan pada perguruan tinggi, seyogyanya tanggap dalam menampung kehendak kuat dari masyarakat, dengan cara menyediakan sarana dan prasarana akademis serta birokrasi yang memadai untuk keperluan tersebut. Namun ternyata hal ini terabaikan selama berpuluh-puluh tahun. Seharusnya manusia berupaya menguak rahasia alam di dalam hal pengobatan,
2. Membahayakan Dan Merugikan Masyarakat
Jika keinginan masyarakat yang tidak terakomodasi ini dibiarkan berlarut-larut, maka bahayanya cukup besar bagi kesehatan masyarakat mengingat bahwa kemungkinan besar, masyarakat bakal secara asal saja (serampangan) mengkonsumsi atau menggunakan obat-obatan dan pengobatan alami hanya berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari mendengar dan membaca, sehingga mudah tersesat, yang pada gilirannya akan menimbulkan dampak yang tidak diharapkan, sehingga menimbulkan kerugian bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Keadaan ini bahkan sudah mulai dan sedang terjadi secara marak.
3. Anjing Dikerangkeng, Musang Berpesta Pora
Di samping itu, juga dapat terjadi penyesatan atau bahkan penipuan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, yang memanfaatkan kehendak masyarakat untuk kembali ke alam, demi mengeduk keuntungan secara tidak halal dan jauh dari moral. Dukun klenik, tabib palsu, tukang tenung, pendeta sesat, penipu, dukun kesurupan, cenayang, dan yang sejenis, beramai-ramai muncul merebak di tengah masyarakat berkat kebijakan birokrasi yang memberi angin kepada praktik pembodohan dan pembahayaan masyarakat semacam itu. Sebaliknya, pengobatan tradisional yang benar justru terabaikan, bahkan ditindas.
4. Kehilangan Kesempatan Yang Luar Biasa Besarnya
Masalah lain adalah bahwa 70% bahan baku obat-obatan tradisional China ternyata berasal dari daerah tropis seperti negara ASEAN, termasuk Indonesia, namun karena potensi tanaman obat tersebut tidak tergarap dan terkelola secara memadai di Indonesia, maka China mengimpor bahan tersebut dari negara lain sehingga Indonesia kehilangan banyak kesempatan/peluang yang amat menggiurkan itu. Nilai komoditas bahan baku obat tradisional yang beredar di dunia, mencapai puluhan milyaran dolar Amerika per tahun, namun sedikitpun tidak ada yang menjadi bagian dari pangsa pasar Indonesia.
5. Hak Kekayaan Intelektual Amat Rentan Terhadap Bangsa Asing
Akibat adanya kebijakan yang membuat hak kekayaan intelektual bangsa Indonesia terpapar kerahasiaannya di hadapan bangsa asing, maka bangsa dan negara sangat dirugikan atau setidak-tidaknya berpotensi dirugikan. Kebijakan semacam ini berpotensi membuat rapuh fondasi kekayaan non fisik bangsa Indonesia. Akibatnya, dapat terjadi braindrain (kebocoran otak) secara sadar maupun tidak sadar. Pengetahuan yang tidak ternilai milik anak bangsa, secara amat mudah dan murahnya dapat bocor ke luar negeri dan lenyap tanpa ada nilai tambah apa-apa, akibat kecerobohan birokrasi Indonesia.
6. Rintangan Arogansi Sementara Ilmuwan Dan Akademisi
Masalah lain lagi adalah mitos pandangan negatif kepada obat tradisional alami telah lama merebak di kalangan akademisi atau praktisi kesehatan ala Barat, yang justru dihembuskan oleh ilmuwan yang mengklaim keilmiahan profesinya, namun dapat secara begitu naif memvonis bidang disiplin ilmu lain tanpa memahami apalagi menguasai disiplin ilmu yang dikritiknya itu. Jadi, tudingan hanya semata-mata didasarkan pada asumsi atau pandangan apriori yang tidak patut dilakukan oleh pihak yang bergelut di bidang sains. Setiap klaim dari ilmuwan, sejatinya harus disertai dengan alasan ilmiah.
7. Telur Diterima Tetapi Ayam Ditolak
Pengobatan tradisional China bertumpu pada agamanya yakni Agama China, sedangkan agama ini belum “diakui” oleh negara, padahal menurut penelitian pakar Barat, penganut agama ini di seluruh dunia berjumlah sekitar 300 juta. Agama ini bukan Agama Buddha. Untuk menggalakkan pengobatan tradisional Nusantara, maka tak pelak lagi Indonesia harus mengembangkan per-jamu-annya melalui pendekatan dan metode pengobatan China dan pengobatan India, mengingat bahwa per-jamu-an Nusantara bersumber atau setidak-tidaknya dipengaruhi secara kental oleh kedua sistem pengobatan ini.
8. Nenek Diwajibkan Menyusu Kepada Cucunya
Untuk Agama Buddha dan Agama Hindu, sudah pasti tidak ada masalah karena merupakan “agama resmi” sehingga tidak berat menghadapi kendala birokratis dalam segala hal, namun bagi Agama China, kendala yang dihadapi sangatlah besar karena agama ini belum menjadi “agama resmi,” sehingga masih dinaungkan di bawah Agama Buddha. Agama yang telah ada sejak 7.000 tahun yang lalu ini, bukanlah Agama Khong Hu Cu atau Agama Tao, yang baru berkembang sekitar 2.200 tahun yang lalu. Agama China ini disebut sebagai Shen-isme oleh pakar Sinologi UI, Prof. Dr. A. Dahana. Shen berarti malaikat.
9. Perlu Diversifikasi Profesi Dan Pola Pencarian Nafkah
Akhirnya, perlu disadari bahwa persaingan mencari nafkah dan penguasaan ilmu pengetahuan, dalam hal ini adalah ilmu pengobatan dan kesehatan, telah sedemikian ketatnya sehingga di satu pihak, penawaran tenaga ahli di satu bidang atau daerah tertentu telah jenuh, sedangan di lain pihak, di bidang lain atau di daerah lain, tenaga tersebut masih langka. Untuk itu diperlukan suatu terobosan baru yang tepat dan berdayaguna serta berhasilguna maksimal, sebagai jalan keluar bagi pemberdayaan sumberdaya manusia Indonesia, sehingga tidak ada tenaga yang “inflasi” dan “deflasi.”
II. RUMUSAN PERMASALAHAN
- Kesadaran dari sementara masyarakat untuk kembali ke pola kehidupan secara alamiah, belum mendapat respons memadai dari negara.
-
Kebijakan birokrasi belum cukup cerdas sehingga belum berpihak sepenuhnya kepada pengobatan tradisional dengan segala keuntungannya.
-
Red tape (kendala) yang konkret dan praktis dalam bidang pengobatan tradisional adalah sikap birokrat yang masih kental berpola feodalistiknya.
-
Birokrasi belum profesional dan berkemauan kuat dalam mengelola potensi yang dimiliki negara, yang ada secara alamiah dan cuma-cuma.
-
Masih banyak ilmuwan dan akademisi yang lupa akan status jatidirinya sehingga dapat bersikap amat apriori penuh prasangka (prejudice).
-
Pemangku kepentingan (stakeholders) di bidang pengobatan tradisional masih bersikap atau terpaksa bersikap arogan dan berkiblat ke barat.
-
Banyak pihak yang masih belum memahami prinsip dan pola pengobatan tradisional, sehingga amat tidak bersahabat dengan pengobatan ini.
-
Hak kekayaan intelektual (HAKI) di bidang pengobatan tradisional Indonesia amat rentan akibat kebijakan yang gegabah dan “cari gampangnya.”
-
Sistem Pengobatan Tradisional Nusantara bersumber pada Pengobatan Tradisional China dan India tetapi agama yang mendasari Pengobatan Tradisional China, yakni Agama China belum diakui oleh negara.
III. SOLUSI PERMASALAHAN
1. Penyediaan Alternatif Di Bidang Pengobatan
Demi mengatasi semua permasalahan itu, harus diupayakan penyelesaian sebagian dari permasalahan tersebut, dan diusahakan keras untuk memenuhi kekurangan yang ada, demi pengabdian kepada masyarakat, bangsa, dan negara. Dalam kiprahnya, harus diupayakan agar harapan masyarakat untuk memeroleh pilihan alternatif bagi pengelolaan kesehatannya, dapatlah terakomodir secara memadai. Untuk itu, secara amat berhati-hati namun penuh keyakinan dan secara profesional, dengan segala kekurangan yang ada, harus segera diselenggarakan pendidikan akademis untuk bidang pengobatan tradisional.
2. Pemanfaatan Pengetahuan Bangsa Lain Untuk Kepentingan Nasional
Untuk memenuhi tuntutan masyarakat akan hal-hal yang bersifat alamiah, harus segera dibuka bidang pendidikan yang berkaitan dengan pengobatan tradisional yang berlandaskan teori Yin Yang, Wu Xing, dan Ba Gua dari masa ribuan tahun yang lalu di China, dan juga teori Caturmahabhuta, dan kombinasinya yakni: Vata, Pitta, Kapha, yang juga dari masa ribuan tahun yang lalu di India, ditambah dengan metode pengobatan tradisional Nusantara, untuk kemudian dipadukan dengan teori ilmu kedokteran modern (Alopati).
3. Penyelenggaraan Pendidikan Akademis S-1 Pengobatan Tradisional
Menyadari berbagai masalah tersebut di atas, kita harus berupaya menyerap keinginan kuat dari masyarakat tersebut, dengan menyelenggarakan pendidikan formal Strata Satu (S-1) di bidang kesehatan alami dan pengobatan tradisional secara ilmiah, yang meliputi beberapa jurusan, bidang atau program, di bawah suatu perguruan tinggi, yang nantinya akan ditindaklanjuti dengan penyelenggaraan pendidikan Strata Dua (S-2) dan Strata Tiga (S-3) serta pendidikan profesi untuk masing-masing Strata tersebut.
4. Penyediaan Alternatif Dan Diversifikasi Profesi Yang Kompeten
Di samping itu, menyadari persaingan untuk mencari nafkah maupun untuk meraih status sosial di dalam masyarakat, sudah sedemikian ketatnya, sehingga kondisi ini menuntut orang untuk memiliki kompetensi yang handal, di mana kompetensi berarti penguasaan teori atau konsep suatu disiplin ilmu serta pemilikan keahlian dan keterampilan di dalam menerapkannya. Di samping kompetensi ilmu, juga tidak kalah pentingnya adalah kompetensi akhlak. Oleh karena itu, pendidikan wajib diselenggarakan guna membentuk manusia yang utuh dan terpadu dalam hal material dan spiritual, serta kemampuan dan moral.
5. Peningkatan Mutu Sumberdaya Manusia Dalam Bidang Pengobatan
Untuk itulah maka kita harus terpanggil untuk menyelenggarakan pendidikan yang berbasis kompetensi dengan sasaran menghasilkan sarjana yang mampu bersaing mengisi kelowongan di masyarakat, baik dalam hal pasar tenaga kerja maupun dalam hal kewirausahaan/kewiraswastaan, sebagai sumbangsih kepada negara, bangsa, dan masyarakat Indonesia. Di samping itu, kita juga memiliki kewajiban untuk mendidik mental dan akhlak dari peserta didiknya demi keseimbangan antara kepentingan lahir dan batin, di dalam suasana di mana akhlak sudah amat langka di dalam era globalisasi ini.
6. Peranserta Dalam Melindungi HAKI Dan Ketahanan Ekonomi Bangsa
Dengan berhasilnya pendidikan akademis formal di bidang pengobatan tradisional, diharapkan lulusan pendidikan tersebut juga dapat terserap dan dimanfaatkan oleh birokrasi sehingga secara terselubung, diam-diam dapat mengubah sikap dan perilaku birokrasi di bidang pengobatan tradisional. Ini sesuai dengan prinsip dari pengobatan tradisional yang tidak konfrontatif, melainkan dari dalam secara ramah dan bersahabat mengubah “lawan” menjadi kawan, dan secara tidak terasa meluruskan hal yang keliru. Berbeda dari prinsip pengobatan Barat yang konfrontatif dan penuh dengan “kekerasan medis.”
7. Peranserta Dalam Memperjuangkan HAM Dan Kepentingan Nasional
Kita juga harus terpanggil untuk berjuang secara akademis bagi pengakuan negara kepada Agama China yang menjadi dasar dari ilmu pengobatan tradisional China, seraya berupaya menggali kembali metode pengobatan yang pernah digunakan oleh para rahib senior Buddhis (Thera) di masa lampau. Perjuangan ini adalah guna mencapai perjuangan yang terpenting yakni menjadikan “Jamu Nusantara” sebagai “tuan di rumah sendiri,” dan bahkan menjadi “tuan bagi dunia,” melalui pemaduannya dengan pengobatan tradisional China, India, dan metode pengobatan tradisional lainnya.
Sumber:
Buku Kembali Ke Alam (Back to Nature)
oleh Dr. Aggi Tjetje & Dr. Some
(Suatu Tinjauan Mendalam Akan: Kiprah dan Sumbangsih Serta Pengabdian Pengobatan Tradisional Dalam Pembangunan Nasional)